MENELADANI MANUSIA AGUNG
Umat Islam di berbagai belahan bumi disetiap tahunnya tepatnya di bulan Rabi’ul Awwal senantisa mengadakan acara yang ditujukkan sebagai wujud syukur atas kelahiran manusia yang agung, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Acara ini dikenal dengan nama maulid Nabi Muhammad. Meskipun Maulid Nabi bukanlah hari besar atau hari raya Islam karna dalam syari’at Islam hanya memiliki dua hari raya yakni Idul fitri dan Idul Adha, kaum muslimin selalu merayakannya
Meskipun pelaksanaan maulid tak terlepas dari pro-kontra, namun hikmah yang dapat diambil dari diadakannya acara ini adalah sebagai ungkapan syukur dan kebahagiaan kaum muslimin atas kelahiran manusia mulia dan sebagai pengingat kembali kaum muslimin akan sosok Nabi besar Muhammad. Karena pada sejarah kemunculannya, perayaan maulid Nabi ini ditujukan untuk membangkitkan semangat juang kaum muslimin sebagai wujud kecintaan kepada Nabi saw. Meskipun memang seorang muslim tidak perlu menunggu bulan Rabiul Awwal untuk menunjukkan rasa cinta pada nabi Muhammad.
Dalam hal ini, jangan sampai kaum muslimin saling caci maki antara pro dan yang kontra. Apalagi sampai mencaci-maki para ulama yang melakukan ijtihad suatu amalan tersebut. Karena hal tersebut akan menyebabkan datangnya musibah atau bahkan bisa su’ul khatimah karena mencela dan menyakiti kekasih Allah akibat ketidaktahuan dan kefanatikan kepada ulama masing-masing. Nabi bersabda :
"Janganlah kau tampakkan caci-makimu terhadap saudaramu ! Maka, Allah akan memberikan keselamatan kepadanya dan Dia akan menimpakan musibah kepadamu."{Kitab "Tanbihul Mughtarrin" karya Syaikhul Islam al-Muhaddits as-Syaikh Abdul Wahab asy-Sya'rani, halaman 224, cetakan "Darul Kutub al-Islamiyyah", Kalibata, Jakarta Selatan}.
Ibnu Taymiyah dalam kitab Iqtidla’-us-Shirat al-Mustqim mengatakan: “Rasululullah s.a.w. telah melakukan kejadian-kejadian penting dalam sejarah beliau, seperti khutbah-khutbah dan perjanjian-perjanjian beliau pada hari Badar, Hunain, Khandaq, pembukaan Makkah, Hijrah, Masuk Madinah. Tidak seharusnya hari-hari itu dijadikan hari raya, karena yang melakukan seperti itu adalah umat Nasrani atau Yahudi yang menjadikan semua kejadian Isa hari raya. Hari raya merupakan bagian dari syariat, apa yang disyariatkan itulah yang diikuti, kalau tidak maka telah membuat sesuatu yang baru dalam agama. Maka apa yang dilakukan orang memperingati maulid, antara mengikuti tradisi Nasrani yang memperingati kelahiran Isa, atau karena cinta Rasulullah”. InsyaAllah akan diberi pahala atas kecintaan, membaca shalawat dan ijtihad tersebut, tapi tidak atas bid’ah dengan menjadikan maulid nabi sebagai hari raya atau menyerupai orang nasrani.
Di negeri kita ini, meskipun tidak dapat disebut sebagai Negara Islam, banyak masyarakat yang merayakannya dan telah menjadi tradisi mereka. Pemerintah pun telah menjadikan peringatan ini salah satu agenda rutin dan acara kenegaraan tahunan yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara serta para duta besar negara-negara sahabat berpenduduk Islam. Hari peringatan maulid Nabi telah disamakan dengan hari-hari besar keagamaan lainnya.
Dalam peringatan maulid selain pembacaan maulid diba’ biasanya juga terdapat pembacaan shiroh nabawiyah yang mengingatkan kembali kepada umat bagaimana perjalanan hidup Rasulullah yang diharapkan dengan mengetahui bagaimana Rasulullah menjalani hidup, umat bisa menjadikan pribadi beliau sebagai contoh. Dan di sini yang perlu kita garis bawahi adalah apakah sudah kita jadikah nabi Muhammad sebagai tauladan bagi kita? Dan dalam aspek apa tauladan itu kita ambil? Sudahkah seluruhnya atau hanya setengah-setengah?
Dalam al-qur’an Allah befirman yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Q.S.Al-Ahzab:21). Jadi sudah jelas bahwa sebenarnya umat muslim tidak perlu repot mencari sosok yang ingin dicontoh untuk bagaimana bisa mencapai rahmat Allah.
Hal inilah yang sering diangkat dalam peringatan maulid Nabi SAW. Namun umat lebih banyak mengingat Nabi dalam keindahan akhlak dan kebagusan ibadah mahdloh atau ibadah beliau kepada Allah. Sehingga hal inilah yang sering diingatkan pada umat. Bagaimana seharusnya dalam habluminannas-nya umat memilki akhlak seperti rasulullah yang jujur dan amanah serta dapat dipercaya. Menjadi orang yang sabar serta pemaaf. Zuhud dan qona’ah terhadap pemberian Allah di dunia.
Kemudian bagaimana seharusnya dalam habluminallahnya umat juga bisa mencontoh Rasulullah. Dimana rasulullah saja sebagai seorang hamba yang dijamin keselamatannya, dijamin syurga untuk beliau, tapi beliau disamping ibadah wajib juga menyempurnakan ibadah pada Allah dengan berbagai amalan sunnah seperti puasa sunnah dan shalat malam hingga kaki beliau bengkak.
Hal semacam ini memang penting untuk dimilki setiap individu. Karena dapat meghantarkan pada ketaqwaan individu tersebut. Namun ada hal lain yang terlupakan atau memang sengaja dilupakan atau bahkan ditutupi dari umat, yakni bagaimana Rasulullah juga melakukan pengurusan terhadap segala permasalahan umat dan juga peran beliau sebagai seorang pemimpin Negara.
Sudah seharusnya umat membuka mata. Jika umat senantiasa menuntut pemimpin dan pemerintahan yang sempurna, maka sebenarnya model yang dapat dicontoh telah ada, yakni Rasulullah sendiri dan bagaimana pemerintahan pada masa beliau. Bukanlah hal mustahil mengembalikan kejayaan Islam seperti pada masa lampau. Cukup dengan meneladani Rasulullah dari setiap aspek yang ada pada beliau. Akhlaq, ibadah, dan politik.
Meneladani Rosulullah dalam Melayani Urusan Umat
Umat dewasa ini memang cenderung menganggap politik itu kotor, sehingga agama yang dipandang suci mereka anggap tidak boleh dicampuri ataupun ikut campur dengan berbagai hal yang berbau politik. Sikap yang demikian malah membuat umat bersikap sekuler, atau memisahkan agama dari urusan Negara. Dan pemisahan inilah yang justru malah membuat politik masa kini semakin tidak berfungsi untuk melayani rakyat. Padahal kita tahu bahwa Allah telah memerintahkan umat manusia untuk mengambil dan menerapkan agama ini secara kaffah atau menyeluruh. Karena Dia telah menjamin kesempurnaan dan kelengkapan agama ini dalam mengatur setiap aspek kehidupan umat, tidak hanya dalam akhlaq dan ibadah ritual semata. Sebagai mana firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S.Al-Baqoroh:208)
Jika kaum muslimin menyatakan diri sebagai seorang yang meneladani Rasulullah Muhammad SAW. Maka teladanilah bukan hanya dalam hal ibadah ritual dan akhlak semata. Dan jangan hanya menerima aspek itu saja dalam pribadi Rasullah. Untuk itu perlu umat untuk mengetahui lebih banyak bagaimana perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Aisyah ra ditanya oleh sahabat-sahabat bagaimana indahnya akhlak Rasulillah SAW? beliau menjawab : akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an. Maka ketika umat menyatakan mencintai Rasulullah dan mau meneladani beliau, maka Qur’an itulah yang harus dijadikan pegangan dalam menjalani hidup. Termasuk menerapkannya dalam segala wilayah baik kehidupan pribadi, masyarakat maupun Negara. Karena sebenarnya keagungan Rasulullah SAW ini bukan hanya akhlak saja, tetapi juga ibadah dan muamalahnya. Bagaimana Rasulullah mengatur rumah tangga, berdagang, mengatur Negara, dll. merupakan akhlak yang harus kita contoh. Dan tentu kita bisa untuk mencontoh beliau, karena Rasulullah adalah mencontohkan layaknya manusia biasa.
Rasulullah juga telah memberikan contoh kepada umatnya mengenai bagaimana semestinya urusan umat itu dilaksanakan. Dengan kata lain bagaimana politik itu dijalankan dengan semestinya sesuai fungsinya.
Rasulullah telah mengambil janji keta’atan (bai’at tho’at) dari kaum muslimin untuk ta’at pada setiap ketetapan beliau. Mengambil apa-apa yang beliau sampaikan dan tidak mengambil apa-apa yang beliau larang. Yang kita tau segala ketetapan beliau adalah bermuara pada keridhaan Allah. Sebagaimana firman Allah “… Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (Q.S. Al-Hasyr:7)
Rasulullah dalam perjalannya juga melakukan penaklukan terhadap wilayah-wilayah yang belum masuk dalam kekuasaan Islam. Penaklukan yang pertama kali dilakukan dan menjadi bukti bahwa Islam telah berdaulat adalah penaklukan kota mekkah (fathul makkah). Namun yang perlu digarisbawahi, penaklukan yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam perjalanan Islam adalah dengan tujuan penyebarluasan Islam. Dengan dasar perintah Allah untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin dengan cara menjadikan Islam sebagai aturan yang digunakan dalam segala lini kehidupan. Termasuk juga penaklukan ini sebagai upaya untuk membebaskan umat dari kejahilan dan membawa umat kepada jalan yang terang. Karena jika Islam tidak dijadikan sebagai dasar dalam mengatur kekuasaan, maka mustahil kemashlahatan umat atau rahmatan llil’alamin dapat terwujud.
Sementara segala urusan atau permasalahan umat hanya dapat diurus sesuai dengan cara Islam apabila umat menjadikan Islam sebagai dasar pengaturan Negara. Termasuk juga pemimpin yang dalam kepemimpinannya menjadikan rasulullah sebagai suri tauladan.
Bai’at yang dilakukan terhadap Rasulullah menjadi bukti bahwa umat mengangkat beliau sebagai kepala Negara selain pengakuan umat terhadap kenabian dan kerasulan beliau. Hal ini karena pengakuan terhadap kenabian dan kerasulan tidaklah membutuhkan bai’at. Sementara dalam perjalanan dakwah beliau bai’at ini jelas terjadi. Maka sebenarnya ini adalah bukti bahwa Rasulullah juga melaksanakan upaya politik dengan langkah awal pengambilan janji dari umat untuk ta’at pada beliau sebagai kepala Negara. Dengan menggunakan hukum syara’ atau Al-Qur’an sebagai pedoman tertinggi dalam pelaksanaan aturan Negara atau sebagai sumber hukum selain didampingi oleh hadits.
Langkah penaklukan kota mekkah dan wilayah-wilayah lain bahkan hingga Andalusia (spanyol) juga menunjukkan bahwa Rasulullah Muhammad mengupayakan Islam berkuasa di muka bumi. Yang kemudian kekuasaan itu digunakan untuk menjadikan umat berada dalam naungan Islam. Mengeluarkan manusia dari alam kedzaliman (kegelapan / jahiliyah) kepada cahaya yakni adanya Islam. Kekuasaan ini bukan semata-mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan materi semata seperti mainset umat sekarang yang sudah mengidentikkan penaklukan dengan penjajahan karena realitas yang terlihat masa kini adalah penaklukan versi kapitalisme. Yang kemudian hal ini membuat umat beranggapan bahwa agama Islam khususnya tidak pantas turut campur dalam masalah politik.
Khatimah
Jika memang umat mencintai Rasulullah, maka seharusnya umat melaksanakan apa-apa yang membuat Rasulullah senang, yakni dengan melaksanakan segala yang beliau bawa dan beliau contohkan. Jika memang meneladani beliau, maka teladanilah segala hal yang beliau bawa. Umat sebenarnya bisa bangkit dari keterpurukan saat ini dengan meneladani jalan dakwah Rasulullah, termasuk bagaimana Beliau melaksanakan pelayanan terhadap urusan umat.
Peringatan maulid Nabi s.a.w. pada dasaranya adalah hal yang baik, selama aktivitasnya adalah untuk meneladani jejak langkah Rasulullah dalam berbagai aspeknya dengan benar-benar memperhatikan ketentuan syariat seperti tidak ikhtilat, tidak mengumbar aurat dan lain-lain. Namun jika acara yang diatasnamakan peringatan maulid Nabi tetapi dalam aktivitasnya justru bertentangan dengan ajaran Islam maka jelaslah peringatan semacam itu dilarang secara syariah.
Dan yang terpenting adalah tidaklah cukup hanya menyatakan rasa kecintaan kepada nabi dengan memperingati dan berbahagia pada hari lair beliau. Tapi bagaimana kita menjadi umat yang seperti beliau harapkan. Mengikuti dan menerima segala yang beliau bawa tanpa pilih-pilih.
Allah swt berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” [Ali ‘Imran: 31]
Wallahu’alam bisshowab.