Bermacam perusahaan rintisan atau startup berlomba menghadirkan inovasi baru dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Salah satu contoh yang sangat jelas terlihat adalah angkutan daring atau taksi dan ojek online seperti Go-Jek, Grab dan Uber.
Perusahaan angkutan online ini mampu menjawab keinginan masyarakat akan kehadiran transportasi massal nan handal.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyampaikan, menurunnya kinerja serta besarnya biaya transportasi umum membuat orang lebih menyukai berkendara dengan sepeda motor, atau beralih ke angkutan daring.
"Akibat buruknya layanan angkutan umum, publik jadi beralih ke angkutan bertarif murah, seperti ojek online dan taksi online," ungkapnya kepada Liputan6.com, Kamis (15/3/2018).
Dia kemudian memaparkan data Kementerian Perhubungan, yang menunjukan penurunan tren warga yang memakai angkutan umum. Dari 52 persen pada 2002, grafik merosot menjadi 20 persen pada 2010, dan semakin turun tajam di angka 16 persen pada saat ini.
Sementara itu, faktor muat penumpang angkutan umum atau load factor juga rata-rata hanya 35 persen.
Akan tetapi, Djoko meragukan, tidak mungkin angkutan online dapat berbiaya murah tanpa adanya intervensi subsidi dari pemerintah.
"Pasti ada suatu kebohongan yang tidak banyak diketahui publik," tukasnya.
"Jika mau murah, ya gunakan angkutan umum yang disubsidi, seperti Bus Transjakarta dan KRL Jabodetabek," tambah dia.
"Subsidi BBM dinikmati 93 persen oleh kendaraan pribadi, yaitu 53 persen mobil dan 40 persen sepeda motor. Sedangkan angkutan umum hanya menikmati 3 persen," jelas dia.
"Data Korlantas 2016 juga menunjukan, angka kecelakaan terbesar ada di sepeda motor, yakni 71 persen. Berdasarkan usia, 78 persen korbannya adalah orang pada usia produktif, mulai dari 16-50 tahun," pungkasnya.